About Happiness – Sebuah Tulisan Tentang Bahagia

About Happiness – Sebuah Tulisan Tentang Bahagia

 


Pertanyaan ini benar-benar datang dari hati aku. Sebenarnya bahagia itu apa? Apa yang bisa mendeskripsikan bahagia jadi sejelas mungkin? Apa sebuah tawa? Atau segepok uang penuh warna? Atau bahagia itu arti dari cinta asmara? Ah, sungguh sebuah diksi yang secara harfiah tidak bisa dibakukan artinya. Mungkin kamu yang membaca tulisan ini bisa menjelaskannya padaku?

Ketika tema yang terpilih di 1minggu1cerita kali ini tentang bahagia-aku langsung bahagia (?). Begitu banyak yang ingin ditanyakan sekaligus dijelaskan tentang satu kata ini. Tentunya akan banyak jawaban dan pemahaman yang berbeda satu dengan yang lainnnya. Karena porsi bahagia setiap orang juga berbeda bukan? Dan pemaknaan bahagia juga sudah jelas banyak perbedaannya.



Bahagia itu apa?

Jika hal ini ditanyakan padaku sudah jelas jawabannya beragam tapi sederhana (hehehe). Buatku pribadi makan kue serabi di pagi hari sambil ngobrol-ngobrol saja sudah termasuk bahagia. Nonton film di aplikasi dengan paket bulanan yang super murah saja-bahagianya sudah plus-plus buatku. Berhasil masak resep baru dan anak suka masakannya saja-aku sudah bahagia. Belum lagi kalau bisa membuat tulisan yang jadi inspirasi, alhamdulillah bahagia sekali.

Sesederhana itukah bahagia bagiku? Yah, memang ukuran bahagia buatku tidak sampai setinggi gunung atau sedalam lautan. Hanya cukup mengambang saja di udara, layaknya embun jua yang bergelayut di dedaunan (ceilee). Bagiku tidak rumit untuk mengukur sebuah bahagia. Ketika aku merasa nyaman dengan sesuatu, itu adalah bahagia. Ketika aku bisa menjadi aku apa adanya, itu adalah bahagia. Ketika aku bisa bermanfaat bagi yang lain, itu adalah bahagia. Ketika aku bisa mengatakan, kamu pasti bisa! Itulah bahagia.

Ketika aku bisa bersyukur dengan sepiring nasi dan telur ceplok, itulah bahagia. Ketika aku masih bisa menangis dan melafalkan doa, itulah bahagia. Ketika aku masih bisa mengingatkan dan memberi solusi, itu adalah bahagia. Ketika aku masih bisa bekerja dan tidak tergantung pada orang lain, itulah bahagia.

Bahagia Yang Rancu

Awalnya kukira bahagia itu cinta antara dua  jiwa yang kasmaran. Tapi ternyata bahagia yang seperti ini jadi rancu seiring waktu. Itu yang terjadi padaku beberapa waktu. Ibaratnya gelombang di lautan, bahagia karena asmara bisa menenangkan bagai air laut di tepi pantai. Tapi bisa menghempaskan ke dasar samudera ketika berubah jadi gelombang  tak terkendali. Jua bisa berupa gelombang laut yang memabukkan dan membuat sengsara para pelaut, tersiksa ketika mabuk laut.

Kemudian waktu yang akhirnya menjadi guru. Dia mengajarkan berbagai makna bahagia yang baku dan tak baku. Aku bisa mengatakan bahagia yang baku berdasarkan besaran materi. Materi yang diusahakan dan bisa mencukupi kehidupan umumnya bisa dikatakan bahagia. Tetapi tidak selamanya materi bisa menjadi bahagia, malah sering juga yang membuat sengsara. Seperti ini jua bahagia yang rancu. Hmm, sungguh bahagia itu misteri, membingungkan untuk dijabarkan secara logika.

Lalu apa sebenarnya bahagia menurutmu? Pasti berbeda dengan pemaknaan bahagia versi aku. Bahkan sekarang aku tengah dalam proses pemahaman yang lain tentang bahagia. Bagi seorang wanita adalah kebahagiaan bisa menikah dan berkeluarga. Jujur, ada beberapa yang mengajak serius ke arah situ. Tapi, aku akhirnya selalu terhenti tanpa pernah memulainya. Karena apa? Aku bahagia apabila seseorang itu paham dengan apa yang menjadi passion-ku. Apa aku yakin menikah akan mengerucutkan semua masalah, lalu beralih wujud jadi bahagia?

Sungguh aku takut malah akan mematahkan makna bahagia itu sendiri (hehehe). Karena aku ingin sejalan dengan dia yang sejiwa denganku, dalam artian cara pandang dan pemikirannya juga sejalan dengan diri ini. Bahagia tidak melulu tentang memiliki pasangan. Ada bahagia lain yang bisa dicapai, terutama membahagiakan anak. Beberapa hari ini aku sampai pada satu titik pemahaman, bahwa perjalanan hidupku ini adalah berkah. Berkah karena aku melalui proses yang panjang serta penuh liku.

Proses ini membuat aku harus paham dalam mengambil sikap. Akankah aku jadi orang jahat atau orang baik? Seperti itu dua pilihan yang diajukan kehidupan. Tentu saja aku memilih menjadi orang baik, dan berusaha memuntahkan semua pengalaman untuk kebaikan. Salah satunya menjadikan jalan hidup ini inspirasi dan menyemangati orang lain. Tak usah jauh-jauh, karena aku tengah mempraktekkannya pada anak.

Hidup ini berat, dan selalu berubah arah sesuai dengan ketetapan semesta. Anak-anak butuh bimbingan kita dalam menjalaninya. Beruntung semesta telah mendidik aku sebelum menjadi guru bagi mereka. Lalu bagaimana menurutmu sekarang? Apa masih belum bisa memaknai kata bahagia?

Bagiku bahagia itu adalah ketika aku jadi apa adanya aku, aku yang bersyukur atas ketetapan Allah, dan aku yang bermanfaat bagi orang banyak

Akhir kata, temukan bahagiamu. Karena sebenarnya dia selalu ada, mengiringi setiap langkahmu. Hanya saja terkadang kamu tidak menyadarinya, karena terlalu sibuk mencari bahagia itu sendiri.

 


#1minggu1cerita

 

 

 

Posting Komentar

2 Komentar

  1. Wah, aku jadi teringat buki Happiness nya Martin Seligman. Dia bahkan punya rumus bahagia itu kayak gimana?

    Bener ya kak. Bahagia kaya makan yang kita suka , ini tuh sederhana banget ya. Kalau aku bahagia banget kalo liat daun jatuh dari pohon pas kena angin. Rasanya nyesss gitu

    BalasHapus
    Balasan
    1. kayaknya bagus tuh bukunya hehe. Iya kan, kalo bahagia itu memang sesederhana itu> hehe

      Hapus

Halo, dilarang spam yah. Maaf, kalau ada komentar tidak pantas mimin bakal langsung hapus.