Sebiru Riak Sungai : Emmeril Kahn Mumtadz Emmeril Kahn Mumtadz Mah, di sini dingin. Sepi ... semua hanya air, air, dan air. Aku hanya melihat air ... biru ... sangat biru ... beriak-riak di bawah kabut beku. Di mana ini? Di mana kalian? Di mana tanah dan dedaunan? Dingin ... sepi ... aku sendirian, Mah. Turun naik, timbul tenggelam, ringan bagai kapas, Mah,…
Baca selengkapnyaDear Kang Emil dan Bu Cinta, Ini Ceritaku Membangun dan Mendukung UMKM Di Perantauan Simpang Lima Gumul Chapter One Bismillahirrahmanirrahiim, sebelumnya saya minta izin dahulu untuk menyapa dan menggunakan nama Bapak dan Ibu di judul serta dalam tulisan ini. Jujur saya hanya ingin bercerita sekaligus menyatakan sebagai warga Jawa Barat yang tidak aka…
Baca selengkapnyaKurelakan Hati Ini Untuk Bahagiamu “Berjam-jam, berhari-hari, berminggu-minggu yang kudamba hanya kamu ... kamuu ... kamuuu ... huhuhuu.” Nyanyian Hanin memecah suasana pagi di kampus yang masih sepi. Seorang mahasiswi yang tengah sibuk menepuk-nepuk pipinya dengan spon bedak mengernyitkan wajah ketika mendengar suara cempreng Hanin. Wajah Nindi mem…
Baca selengkapnyaKemudian pagi ini bercerita sesuatu tentang kita yang sama-sama terpenjara rindu karena jarak. Ketika lelah itu ada, dan sering membekukan aura rasa. Hanya saja jeda selalu mampu membuatnya cair, lalu sadarkan kita tentang kenyataan tak ingin saling kehilangan DaluLintang
Baca selengkapnya
Social Plugin