The Long Walk, Horor Versi Stephen King

The Long Walk


Blog-Cerita-Kita


Bukan Stephen King namanya jika tak mampu menggiring pembaca merasakan horor berkepanjangan ketika membaca bukunya. Seperti The Long Walk ini, ekspektasi saya tentang olah raga jalan kaki jadi berubah setelah membaca ceritanya. Awal mengeksekusi bab pertama saya masih belum menemukan unsur horor. Bahkan saya hampir menyerah membaca setelah melewati 2 bab pertama. Apa masalahnya, bisa menebak? 

Ternyata masalahnya saya tidak dapat mengikuti kalimat-kalimat cerdas dari Stephen King. Setelah mendekati beberapa bab akhir barulah saya bisa memaksa otak ini agar dapat mencerna kelugasan dan kejujuran Mr. King dalam bercerita. Dan saya merasakan horor yang sesungguhnya di sini. Buku ini berhasil membuka pemahaman saya tentang pentingnya bercerita secara jujur dari hati. Penjabaran tiap karakter dapat dipelajari dari setiap dialog dalam ceritanya. Dan yang terpenting saya harus mencoba enjoy ketika membaca buku ini. Atau dengan kata lain jangan terlalu banyak mengerutkan kening. Bebaskan saja pikiran dan emosi, lalu biarkan mata bergerak, menikmati setiap suku kata yang terhidang.

Jalan Kaki Sampai Mati

Judul : The Long Walk
Penulis : Stephen King
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Halaman : 432 halaman

Novel karya Stephen King ini memiliki cover berwarna biru lengkap dengan jejak sepatunya. Bagian blurb pada buku menjelaskan tentang "The Long Walk" yang diadakan setiap tanggal 1 Mei dan biasanya diikuti oleh 100 remaja pilihan. Adu Jalan Jauh adalah kompetisi yang melegenda, dibicarakan dari mulut ke mulut, dan sebuah peristiwa tak tertulis paling ditunggu.

Blog-Cerita-Kita
Blurb


Adu Jalan merupakan kompetisi bergengsi bagi anak-anak muda yang haus akan tantangan dan pujian. Mereka tak peduli dengan ancaman tiket setelah mendapat 3 peringatan. Kompetisi ini juga diagungkan penduduk berbagai kota. Kota-kota yang dilewati para peserta pasti selalu menyambut, mengeluk-elukkan mereka. Udara penuh kemasyhuran ini jadi magnet sendiri bagi anak-anak yang mengikuti Adu Jalan Jauh. Mereka haus ketenaran, pengakuan, serta butuh identitas diri. Hadiah besar di akhir kompetisi jadi penyemangat terselubung. Karena di bawah alam sadar mereka ada keyakinan tak tertulis, berjalan untuk menang sama dengan berjalan sampai mati.

The Four Musketeers

Ray Garraty, McVries, Hank Olson, dan Art Baker adalah empat anak dari 100 peserta yang ikut Adu Jalan Jauh. Ke-4 anak ini telah saling mengenal di awal kompetisi. Selama Adu Jalan Jauh keempatnya semakin akrab hingga menjuluki pertemanan mereka dengan sebutan Four Musketeers. Adapula sosok Mayor yang gagah dan dikagumi para peserta Adu Jalan Jauh. Disinilah saya ada sedikit titik terang. Rupanya kompetisi ini didukung orang militer. Mayor sepertinya sangat dikagumi oleh para peserta Adu Jalan Jauh. Dan pria jangkung dengan kulit gelap ini sangat menikmati pamornya.

Pada bab awal Mayor menyapa anak-anak muda tersebut sesuai nomor urut yang diberikan. Berdasarkan obrolan para peserta Adu Jalan Jauh juga saya jadi tahu ada sejumlah peraturan yang harus ditaati. Seperti Petunjuk Tiga Belas yang berbunyi : Hemat tenaga sesering mungkin. Rupanya Mayor sebelumnya telah memberikan buku peraturan pada anak-anak tersebut untuk dipelajari. 

Ekspektasi saya tentang kompetisi jalan kaki biasa agak goyah ketika ada panser yang mengikuti para peserta. Tentara-tentara berwajah dingin dengan senapan panjang membuat suasana jalan kaki jadi tegang. Ini kan seharusnya olahraga, kenapa ada panser lengkap dengan senapannya pula? Kemudian para peserta mengumbar kota pertama (Limestone) yang akan dilewati tinggal 2,8 kilometer lagi. Katanya mereka pasti memecahkan rekor dan memasuki kota dengan peserta terlengkap sepanjang sejarah Adu Jalan Jauh.

Sayangnya, hal itu tak terjadi. Curley, mendadak kejang otot kakinya. Ia mendapat peringatan hingga tiga kali. Sampai akhirnya 4 karabin melenyapkan kepalanya. Garraty dan anggota Musketeers lainnya harus menerima kenyataan apabila tiket yang diterima bukan hanya sekadar letupan dengan bendera mainan di ujung karabin. Dan saya pun mulai sadar kalau buku ini bukan tentang olah raga jalan kaki biasa.

Jarak Yang Tak Biasa

Adu Jalan Jauh ini makin tak masuk akal ketika jarak yang ditempuh seolah tak berkurang. Kota pertama berjarak 12 kilometer saja sudah luar biasa menurut saya. Kemudian dilanjutkan ke Caribou yang menurut McVries berjarak lima puluh kilometer dari kota pertama. Lalu setelahnya dilanjutkan ke Oldtown yang jaraknya sekitar 192 kilometer. Dan kota-kota berikutnya dengan ratusan kilometer jarak. Sangat edan! Jaraknya malah makin jauh saja. Lah saya saja yang hobi jalan kaki jadi pegal sendiri membayangkannya. Jalan kaki sejauh 2 kilo saja sudah lumayan, nah ini sampai beratus-ratus kilometer.

Para pejalan ini dibekali sabuk yang berisi botol-botol konsentrat makanan. Mereka juga diberi botol air minum yang bisa minta tambah ketika habis pada para serdadu yang menaiki panser. Bisa dibayangkan tidak bagaimana caranya mereka makan dan minum? Padahal kecepatan jalannya tidak boleh berkurang. Untuk buang air kecil sambil jalan mundur, loh. Kalau berkurang sedikit saja kecepatannya pasti langsung mendapat peringatan. Tiga peringatan sama dengan satu tiket, dan berarti kematian.

Sebuah kesadaran

Semakin jauh kilometer yang ditempuh, The Four Muskeeteers semakin sadar jika keputusan mereka ikut Adu Jalan Jauh adalah sebuah kesalahan. Pejalan berjatuhan di bawah karabin para serdadu berwajah dingin. Bukit terjal, malam dingin, hujan badai, dan jarak, satu-satu merenggut kewarasan para Pejalan. Ada yang tumbang karena kesalahan, ada juga karena kelelahan, banyak juga karena linglung terenggut kewarasan.

Semakin jauh jarak yang ditempuh, kesadaran para Pejalan makin terbuka. Mereka mulai bertanya-tanya, kenapa seperti hilang akal sehat, mengkuti kompetisi yang ternyata semakin jauh semakin mirip neraka. Garraty masuk ke sebuah kesadaran akan kehilangan. Wajah ibu dan Jan silih berganti merasuki pikiran. Sekarang ia mengerti kenapa ibunya begitu berat melepasnya pergi. Kenapa Jan sangat histeris ketika mengetahui keputusannya mengikuti kompetisi ini. Dan ia sangat menyesali keputusannya.

Kematian Scramm yang menyedihkan setelah berjuang melawan demam selama Adu Jalan Jauh membuat Garraty menyesali keputusannya. Apa yang akan terjadi pada Jan kalau ia mati? Bagaimana pula dengan ibunya. Bisakah ibunya kuat menerima kematian dirinya? Lagi-lagi bayangan ayahnya yang menghilang karena melawan perintah Mayor menggerogoti otaknya. Apakah ia melakukan ini semua sebagai penebusan dosa ayahnya? Atau apakah ia ingin menemukan ayahnya yang hilang dengan mengikuti kompetisi ini?

Stebbins, seorang anak dengan postur tinggi kurus telah menarik perhatian Garraty dengan berbagai pengetahuannya tentang Adu Jalan Jauh. Berdasarkan ceritanya, dan telah dimaklumi para peserta lainnya, Adu Jalan Jauh selalu berakhir dengan kematian. Kenyataan ini membuat gila para Pejalan. Ketika Barkovitch hilang kewarasan, merobek tenggorokannya sendiri, Garraty dan lainnya semakin tertekan. Mereka yakin telah melakukan kesalahan terbesar dalam hidup.

Pejalan yang dianggap tangguh tenyata malah terjatuh. Pejalan yang terlihat rapuh pada kenyataannya malah sanggup jalan jauh hingga kota terakhir. Lalu siapakah yang akan memenangkan Adu Jalan Jauh ini? Atau akhirnya tak ada yang kalah dan tak ada yang menang?

Akhir

Kelugasan Mr. King dalam bercerita membuat saya kesulitan untuk memahami pola ceritanya. Ada kemungkinan juga karena sudah lama saya tidak me-review buku-buku luar. Ada sebuah pelajaran yang saya dapatkan. Manusia seringkali terjebak dalam keegoisan. Pengakuan akan jati diri dan pencapaian kebahagiaan begitu penting hingga tak menghiraukan berbagai hal yang nyata. Untuk mencapai pengakuan dan bahagia itu sampai melakukan berbagai hal diluar nalar seperti Adu Jalan Jauh ini. 

Ketika semakin jauh berjalan ternyata ego akan pengakuan itu malah berbalik jadi pertanyaan dan bumerang. Mematahkan semangat, pemberontakan jiwa, hingga penyesalan mendalam. Walaupun di awal ada semangat serta menolak untuk menyerah. Tetap saja pada akhirnya waktu mengalahkan keegoisan tersebut. Seharusnya ego tidak mengalahkan nalar dari awal, penyesalan selalu muncul di akhir.

Buku ini dengan lugasnya menceritakan para Pejalan yang tertekan oleh rasa sakit di kaki dan ancaman karabin serdadu. Tekanan tersebut membuat mereka hilang kewarasan, tapi mereka menolak mati. Pemberontakan dilakukan beberapa Pejalan pada para serdadu dikarenakan mereka terancam kematian tapi menolak untuk diberi tiket. Sebuah cerita mencekam tentang perjuangan untuk tetap hidup di bawah bayang kematian. Ternyata daya juang untuk hidup akan muncul ketika sadar terancam kematian.


The Long Walk berhasil membawa emosi saya ke dalam sebuah ketakutan. Semakin dibaca, semakin menegangkan. Bahkan ending dari ceritanya sangat mencengangkan. Mengaduk ketegangan dan kengerian jadi satu. Buku ini saya rekomendasikan untuk mereka penyuka hal-hal menegangkan.


***


Posting Komentar

18 Komentar

  1. Deskripsi tentang "The Long Walk" versi Stephen King sangat menggugah minat buat dibaca. Saya suka sensasi horor yang dihadirkan dalam tulisan ini. Terima kasih atas rekomendasinya.

    BalasHapus
  2. Hanya dengan membaca resensinya saja, aku sudah bisa merasakan ketegangan buku itu. Tapi, bagiku ini malah menarik. Aku penasaran gimana ending dari The Long Walk ini. Benarkah nggak ada yang bisa menyelesaikannya? Mungkinkan ke-100 pesertanya mendapatkan tiket itu?

    BalasHapus
  3. Penasaran banget jadi akhirnya bagaimana nih. Ketegangan yg dirasakan seolah saya sudah merasakannya nih

    BalasHapus
  4. Sudah lama nggak baca buku. Terima kasih ya kak rekomendasi buku ini semoga saya bisa baca buku ini suatu saat nanti

    BalasHapus
  5. Ulasan yang menarik. Sebagai pencinta karya horor, kerasa banget gimana horornya The Long Walk ala Stephen King ini. jadi penasaran dengan akhirnya.

    BalasHapus
  6. Lihat covernya udah berasa merinding, deh, jadinya... :D Baca sinopsi bukunya menarik ya cerita yang dibuat Stephen King. Berasa ketegangannya. Jadi kebayang gimana itu mereka jalan sampai beratus-ratus kilometer... Penasaran gimana nasib mereka dan akhir ceritanya...

    BalasHapus
  7. Ngeri sih, ada lomba ginian sampai menaruhkan nyawa. Orang luar mah ada-ada saja. Yang baca juga pasti tegang sendiri, bahkan baca ulasan ini. Btw pernah baca buku terjemahan orang luar, agak memeras otak mahaminya.

    BalasHapus
  8. wah aku baca reviewnya aja jadi ngeri nih. jujur belum pernah baca novel stephen king sih diriku padahal beliau novelis terkenal banget cuma genrenya memang bukan yang favoritku

    BalasHapus
  9. Membaca buku-buku karya luar selalu berbeda dengan membaca buku dalam negeri, pengemasan ceritanya juga menarik. Saya jadi pengen baca buku ini,Kak

    BalasHapus
  10. Kayaknya cocok buat pecinta genre horor nihh yaa… Tapi penasaran jga sih jadinya, nahh jadi pengen deh baca novelnya apalagi dari penulis terkenal

    BalasHapus
  11. Menarik banget... Saya belum pernah baca karya stephen king, hehehe... Jadi pengen baca yang ini deh...

    BalasHapus
  12. Ikutan tegang baca ulasanmu ttg buku ini mbak. Ulasan aja udah bikin deg deg an apalagi bukunya. Mau baca ah. Makasih rekomendasinya yak

    BalasHapus
  13. Mungkin perlu dibaca ulang ya mbak, sehingga bisa memahami apa yang dimaksud si penulis. Kadang daku juga gitu kalau belum engeh, sehingga saat mengulasnya jadi dapat

    BalasHapus
  14. Iya, buku ini juga bisa menipu pembacanya jika tidak mereka sadari ya, karena beberapa pembaca akan bingung dan menyerah utk melanjutkan bacanya, apalagi di bab-bab awal tentu belum menampilkan isi ceritanya, buku yang bagus ya utk dibaca

    BalasHapus
  15. menarik mbak, cuman aku takut kalau bacanya pas malem malem :D
    Dulu aku pas baca komik conan aja sebenernya takut hahaha, tapi karena penasaran ya lanjut terus, bahkan sampai koleksi komiknya
    Aku sendiri belum pernah baca karya stephen king, pas liat bukunya yang tebel rasanya udah nyerah duluan

    BalasHapus
  16. Membaca ulasannya saja saya sudah tertarik, "The Long Walk" versi Stephen King ini bisa membuat "gairah horor" saya kembali setelah beberapa waktu tidur saat pandemi. :) Terima kasih resensinya, kak.

    BalasHapus
  17. Wah serem banget kalau adu jalan gitu tanpa tidur juga kah? Ya jelas bkin ga waras dan cari mati namanya. Pdhl manusia jg butuh istrht dan tidur

    BalasHapus
  18. Wah! Ini cocok banget nih dengan saya. Hahaha. Sebagai pecinta film horor, mungkin saya perlu banyak baca buku bergenre horor juga ya. Thanks untuk review bukunya, Kak.

    BalasHapus

Halo, dilarang spam yah. Maaf, kalau ada komentar tidak pantas mimin bakal langsung hapus.